Selasa, 22 Mei 2012
KEANEKARAGAMAN HAYATI
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Deskripsi Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman
hayati adalah Seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, beserta interaksi
diantara mereka dan antara mereka dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati
atau keragaman hayati merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan: tanaman
yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di
dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk. Kekayaan hidup adalah hasil dari
sejarah ratusan juta tahun berevolusi.
Indonesia
sebagai negara kepulauan yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia)
serta dua samudera (Pasifik dan Hindia), dikaruniai keanekaragaman hayati yang
amat kaya dan khas.
Keanekaan
sistem pengetahuan dan kebudayaan masyarakat juga terkait erat dengan
keanekaragaman hayati. Sehingga keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk
kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana seperti jamur dan bakteri
hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia, mulai dari satu tegakan
pohon di pekarangan rumah hingga ribuan tegakan pohon yang membentuk suatu
sistem jejaring kehidupan yang rumit.
Proses
evolusi memiliki arti bahwa kolam keragaman hidup bersifat dinamis: akan
meningkat ketika varian genetik baru dihasilkan, spesies atau ekosistem baru
terbentuk; akan menurun ketika varian genetik dalam salah satu spesies
berkurang, salah satu spesies punah atau sebuah ekosistem yang kompleks
menghilang. Konsep ini meliputi hubungan antar makhluk hidup dan proses-prosesnya.
Peringkat
negara dengan keanekaragaman dan endemisme tertinggi di dunia
Negara
|
Nilai
Keanekaragaman
|
Nilai
Endemisme
|
Nilai
Total
|
Brazil
|
30
|
18
|
48
|
Indonesia
|
18
|
22
|
40
|
Kolombia
|
26
|
10
|
36
|
Australia
|
5
|
16
|
21
|
Mexico
|
8
|
7
|
15
|
Madagaskar
|
2
|
12
|
14
|
Peru
|
9
|
3
|
12
|
Cina
|
7
|
2
|
9
|
Filipina
|
0
|
8
|
8
|
India
|
4
|
4
|
8
|
Ekuador
|
5
|
0
|
5
|
Venezuela
|
3
|
0
|
3
|
Tingkatan Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman
hayati biasanya dipertimbangkan pada tiga tingkatan: keragaman genetik,
keragaman spesies dan keragaman ekosistem.
- Keragaman
genetik merujuk kepada perbedaan informasi genetik yang terkandung dalam
setiap individu tanaman, hewan dan mikroorganisme. Keragaman genetik
terdapat di dalam dan antara satu populasi spesies maupun spesies yang
berbeda.
- Keragaman
spesies merujuk pada berbedanya spesies-spesies yang hidup.
- Keragaman
ekosistem berkaitan dengan perbedaan dari habitat, komunitas biotik, dan
proses ekologi, termasuk juga tingginya keragaman yang terdapat pada
ekosistem dengan perbedaan habitat dan berbagai jenis proses ekologi.
KERAGAMAN GENETIK
Keragaman
genetik mengacu pada variasi gen di dalam spesies. Ini meliputi variasi
genetik antara populasi yang berbeda dari spesies yang sama, seperti 4 jenis
rosella pipi putih, Platycercus eximius. Hal tersebut juga meliputi
variasi genetik dalam populasi yang sama, dimana tampak relatif tinggi pada
eukaliptus yang tersebar luas seperti Eucalyptus cloeziana, E. delegatensis,
dan E. saligna.(2) Keragaman genetik dapat diukur dengan menggunakan
variasi berdasarkan DNA dan tehnik lainnya.(3)
Variasi genetik baru terbentuk dalam populasi suatu organisme yang dapat bereproduksi secara seksual melalui kombinasi ulang dan pada individu melalui mutasi gen serta kromosom. Kumpulan variasi genetik yang berada pada populasi yang bereproduksi terbentuk melalui seleksi. Seleksi tersebut mengarah kepada salah satu gen tertentu yang disukai dan menyebabkan perubahan frekuensi gen-gen pada kumpulan tersebut.
Perbedaan yang besar dalam jumlah dan penyebaran dari variasi genetik ini dapat terjadi sebagian karena banyaknya keragaman dan kerumitan dari habitat-habitat yang ada, serta berbedanya langkah-langkah yang dilakukan tiap organisme untuk dapat hidup.
Jumlah yang diperkirakan adalah terdapat kurang lebih 10,000,000,000 gen berbeda yang tersebar pada biota-biota di dunia, walaupun tidak semuanya memberikan kontribusi yang sama pada keragaman genetik.(4) Secara khusus, gen-gen yang mengontrol dasar proses biokimia dipertahankan secara kuat oleh berbagai kelompok spesies (atau taksa) dan umumnya memperlihatkan perbedaan yang kecil. Gen lain yang lebih terspesialisasi meperlihatkan tingkat variasi yang lebih besar.
KERAGAMAN SPESIES
Keragaman
spesies mengacu kepada spesies yang berbeda-beda. Aspek-aspek keragaman
spesies dapat diukur melalui beberapa cara. Sebagian besar cara tersebut
dapat dimasukkan ke dalam tiga kelompok pengukuran: kekayaan spesies,
kelimpahan spesies dan keragaman taksonomi atau filogenetik.(5)
Pengukuran kekayaan spesies menghitung jumlah spesies pada suatu area tertentu. Pengukuran kelimpahan spesies mengambil contoh jumlah relatif dari spesies yang ada. Contoh yang biasanya diperoleh sebagian besar terdiri dari spesies yang umum, beberapa spesies yang tidak terlalu sering dijumpai dan sedikit spesies yang jarang sekali ditemui. Pengukuran keragaman spesies yang menyederhanakan informasi dari kekayaan dan kelimpahan relatif spesies ke dalam satu nilai indeks merupakan yang paling sering didunakan.(5), (6). Pendekatan lainnya adalah dengan mengukur keragaman taksonomi atau filogenetik, yang mempertimbangkan hubungan genetik antara kelompok-kelompok spesies. Pengukuran yang didasarkan pada analisa yang menghasilkan klasifikasi secara hirarkis ini pada umumnya ditampilkan dalam bentuk ‘pohon’ yang mengesampingkan pola percabangan agar dapat mewakili secara keseluruhan evolusi filogenetik dari taksa terkait.
Pengukuran keragamamn taksonomi yang berbeda-beda berhubungan dengan bermacam-macamnya karakteristik taksa dan hubungan yang ada.(7), (8). Tingkat spesies pada umumnya dinilai sebagai yang paling sesuai untuk memperkirakan keragaman antara organisme. Hal ini disebabkan karena spesies merupakan fokus utama dari mekanisme evolusi sehingga terjabarkan dengan baik. Pada tingkat global, diperkirakan 1.7 juta spesies telah dijelaskan; saat ini diperkirakan jumlah total spesies yang ada berkisar antara lima juta hingga hampir mencapai 100 juta spesies.(9) Di Australia, dengan perkiraan jumlah total spesies lokal (kecuali bakteri dan virus) 475,000, kira-kira setengahnya telah diketahui, hanya seperempatnya telah dijelaskan secara formal.(10) Estimasi jumlah spesies ini diharapkan dapat meningkat melalui studi terhadap beberapa kelompok yang jarang diperhatikan; seperti mikroorganisme, fungi, nematoda, hama dan serangga.
Pada skala yang lebih besar keragaman spesies tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Satu pola yang paling jelas dalam penyebaran spesies di dunia adalah sebagian besar kekayaan spesies terpusat pada wilayah katulistiwa dan cenderung menurun ke arah kutub. Secara umum, terdapat lebih banyak spesies per unit area di wilayah tropis dibandingkan dengan wilayah sub-tropis dan lebih banyak spesies di wilayah sub-tropis dibandingkan wilayah di daerah kutub. Sebagai tambahan, keragaman di ekosistem darat pada umumnya berkurang sengan bertambahnya ketinggian. Faktor lain yang dipercaya mempengaruhi keragaman di darat adalah curah hujan dan tingkat nutrien. Pada ekosistem laut, kekayaan spesies cenderung terpusat pada lempeng benua, walaupun komunitas laut dalam juga cukup tinggi.
KERAGAMAN EKOSISTEM
Keragaman
ekosistem memetakan perbedaan yang cukup besar antara tipe ekosistem, keragaman
habitat dan proses ekologi yang terjadi pada tiap-tiap ekosistem. Lebih
sulit untuk menjelaskan keragaman ekosistem dibandingkan dengan keragaman
spesies atau genetik dikarenakan oleh ‘batasan’ dari komunitas (hubungan antar
spesies) dan karena ekosistem lebih mudah berubah. Karena konsep
ekosistem adalah dinamis dan beragam, hal ini dapat diterapkan pada berbagai
skala, walaupun untuk kepentingan pengelolaan pada umumnya dikelompokkan
menjadi kelompok besar komunitas yang serupa, seperti hutan sub-tropis atau
terumbu karang. Elemen kunci dalam mempertimbangkan ekositem adalah pada
kondisi alaminya, proses ekologi seperti aliran energi dan siklus air
dipertahankan.
Pengklasifikasian ekosistem di Bumi yang sangat beragam menjadi sistem yang dapat dikelola adalah tantangan besar bagi ilmu pengetahuan, dan sangatlah penting untuk mengelola dan menjaga biosfer ini. Pada tingkat global, sebagian besar sistem klasifikasi telah mencoba untuk mengambil jalan tengah antara kerumitan ekologi dari komunitas dan sederhananya klasifikasi habitat yang umum.
Umumnya sistem-sistem ini menggunakan kombinasi dari definisi tipe habitat berdasarkan iklim; sebagai contoh, hutan tropis yang lembab, atau padang rumput sub-tropis. Beberapa sistem juga menggunakan biogeografi global untuk memperhitungkan perbedaan-perbedaan biota antar wilayah dunia yang mungkin memiliki iklim dan karakteristik fisik serupa .
Australia dengan wilayah-wilayahnya memetakan sejumlah besar lingkungan daratan dan perairan, mulai dari daerah es kutub hingga padang rumput subtropis dan hutan tropis, dari terumbu karang hingga laut dalam. Tiap-tiap wilayahnya memperlihatkan ragam habitat dan interaksi yang besar antara maupun di dalam komponen biotik dan abiotiknya. Sebagai contoh, padang rumput spinifex di wilayah subtropis memetakan komunitas baik dengan maupun tanpa pepohonan. Pada tiap spinifex itu sendiri terdapat bermacam habitat mikro. Spesies-spesies berbeda terlibat dalam proses-proses ekologi seperti pada penyebaran biji (contoh, oleh spesies-spesies semut) dan daur ulang nutrien yang terdapat pada tiap habitat mikro.
Pengukuran dari keragaman ekosistem masih berada pada tahap awal. Akan tetapi, keragaman ekosistem merupakan elemen penting dari keseluruhan keanekaragaman hayati dan seharusnya dapat tercermin pada setiap pendugaan keanekaragaman hayati.
Potensi Keanekaragaman Hayati di
Indonesia
- Sekitar
12 % (515 spesies, 39 % endemik) dari total spesies binatang menyusui,
urutan kedua di dunia
- 7,3 %
(511 spesies, 150 endemik) dari total spesies reptilia, urutan keempat
didunia
- 17 %
(1531 spesies, 397 endemik) dari total spesies burung di dunia, urutan
kelima
- 270
spesies amfibi, 100 endemik, urutan keenam didunia
- 2827
spesies binatang tidak bertulang belakang selain ikan air tawar
- 35
spesies primata (urutan keempat, 18 % endemik)
- 121
spesies kupu-kupu (44 % endemik)
- Keanekaragaman
ikan air tawar 1400 (urutan ke 3)
Taxonomic
Group
|
Species
|
Endemic
Species
|
Percent
Endemism
|
Plants
|
10,000
|
1,500
|
15
|
Mammals
|
201
|
123
|
61.2
|
Birds
|
697
|
249
|
35.7
|
Reptiles
|
188
|
122
|
64.9
|
Amphibians
|
56
|
35
|
62.5
|
Perkiraan manfaat ekosistem pesisir
dan laut
- Nilai
kegunaan dan non kegunaan hutan mangrove di Indonesia US$ 2,3 miliar
(GEF/UNDP/IMO 1999)
- Nilai
ekonomi terumbu karang Indonesia diperkirakan sekitar US$ 567 juta
(GEF/UNDP/IMO 1999)
- Nilai
padang lamun sebesar US$ 3.858,91/ha/tahun (Bapedal dan PKSPL-IPB 1999)
- Nilai
ekologi dan ekonomi sumberdaya rumput laut di Indonesia sekitar US$ 16
juta (GEF/UNDP/IMO 1999)
- Nilai
manfaat ekonomi potensi sumberdaya ikan laut di Indonesia sebesar US$ 15,1
miliar (Dahuri 2002)
- Manfaat
sosial ekosistem pesisir dan laut diwujudkan dalam penyediaan sumber
penghidupan dan pekerjaan bagi jutaan penduduk di wil tsb
- Ekosistem
pesisir dan laut merupakan penghubung antara berbagai pulau dan gugus
pulau kecil di Indonesia (fungsi sosial politik sebagai jembatan
Nusantara)
- Nilai
jasa lingkungan :
- sebagai penyerap karbon (rumput laut) diperkirakan senilai US$ 180/ha/thn
- pelindung pantai dari erosi (mangrove)
Permasalahan Keanekaragaman Hayati
Permasalahan
utama adalah Penurunan Jumlah spesies. Awal tahun 1980, beberapa ahli di dunia
mulai mengetahui bahwa spesies mulai mengalami kepunahan secara global.
Kepunahan ini diketahui terjadi mulai dari 65 juta tahun yang lalu pada periode
Cretaceous dimana banyak spesies termasuk Dinosaurus mulai punah. Krisis yang
dihadapi saat ini merupakan hasil dari: Perubahan Klimat secara global,
Perubahan Geologi secara alami, dan Kejadian katalistik.
Krisis
saat ini merupakan akibat dari campur tangan manusia yang tidak bersahabat
dengan alam. Tahun 80 an sampai 90an, ilmuwan, media, masyarakat, pemerintah di
seluruh dunia mulai bekerja untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati di
daratan. Berbagai macam isu seperti pengrusakan hutan, pembangunan yang
berlebih, explotasi yang berlebih, polusi, rusaknya habitat, invasi oleh
spesies asing, menjadi fokus utama yang dibahas.Keanekaragaman hayati pesisir
dan laut mulai menjadi perhatian pada tahun-tahun tersebut. Karena ekosistem di
lautan memiliki lebih banyak spesies dibandingkan daratan. Diperkirakan 32
sampai 33 phyla hewan yang ditemukan di pesisir dan lautan. 15 phyla dari
jumlah tersebut ditemukan hanya di estuari atau di lautan.
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Dosen
Pembimbing
Ellyn
Normelani M.Pd
Di
susun oleh
Nama
: laila mufidah
Nim
:A1A510281
Kelas :A
PROGRAM
SETUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOCIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2012
Selasa, 15 Mei 2012
Profesi Keguruan
BAB I
PENDAHULUAN
Guru memegang peranan yang
sangat penting terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui perkembangan
kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Perannya sulit untuk digantikan
oleh yanglain, apalagi di dalam masyarakat yang multikultural dan
multidimensional, di mana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru
masih sangat minim. Sementara di pihak lain, menurut Dedi Supriyadi (1999),
guru sebagai suatu profesi di Indonesia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession). Tingkat
kematangannya belum sampai pada taraf yang telah dicapai oleh profesi-profesi
lainnya, sehingga guru sering dikatakan sebagai profesi yang tengah-tengah atau
semi profesional. Ditinjau dari kualifikasi pendidikan untuk tiap jenjang
sekolah dan latar belakang bidang keahlian juga belum seperti yang diharapkan
sehingga guru di Indonesia sering dikatakan tidak profesional.
Sinyalemen tersebut ditunjukkan secara
kuantitatif kondisi guru di Indonesia sebagai berikut : bahwa rata-rata secara
nasional guru (termasuk kepala sekolah) SD negeri menurut kelayakan mengajar
tahun 1999/2000 adalah sebesar 42,4% layak megnajar, dan SD swasta rata-rata
39,5% layak mengajar. Kemudian di tingkat SMP, secara nasional kesesuaian
kelayakan mengajar guru SMP Negeri untuk seluruh mata pelajaran dari sebanyak
283.715 orang guru, terdapat 139.596 guru (49,2%) yang sesuai dan layak
mengajar, sebanyak 88.223 guru (31,7%) yang sesuai tetapi tidak layak mengajar,
sebanyak 30.325 guru (10,7%) yang tidak sesuai dan layak mengajar serta 25.571
guru (9,0%) yang sama sekali tidak mempunyai keseuaian dan kelayakan untuk
mengajar. Pada tingkat SMP, ijazah tertinggi yang dimiliki oleh para guru SMP
negeri dan swasta secara nasional menunjukkan bahwa dari 346.783 orang guru
terdapat 13.819 guru berijazah PGSLP/A/D2, 74.941 guru berijazah D3/Sarjana
muda keguruan, 22.646 guru berijazah D3/.Sarjana muda non keguruan, 211.791
guru berijazah sarjana keguruan, 22.499 guru berijazah sarjana non keguruan,
dan 1.087 guru berijazah pasca sarjana. (Pusat Statistik Pendidikan Balitbang
Diknas, 2000). Di lapangan juga menunjukkan bahwa masih banyak guru bidang
studi tertentu yang mengajar rangkap atau mengajar bidang studi lain (Tilaar,
1999).
Fakta-fakta tersebut sebenarnya
menjelaskan bahwa sesungguhnya guru-guru di Indonesia kurang kualified. Padahal
di satu sisi, kita memerllukan guru-guru yang profesional yang diharapkan dapat
membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan
dan teknolgi untuk memasuki masyarakat abad 21 yang melek ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan sangat kompetitif. Oleh karena itu, kenyataan pada paradoks ini
harus menjadi perhatian yang serius dan bahan pemikiran bagi pemerintah,
masyarakat dan sekolah untuk bersama-sama menetapkan strategi dan berkontribusi
optimal terhadap pengembangan profesionalisme guru.
Ketiga komponen tersebut harus menjadi satu kesatauan yang
tidak terpisahkan, membangun kerjasama dan saling mendukung untuk melahirkan
guru-guru yang profesional dan memiliki karakteristik antara lain, sebagai
berikut:
1.
Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat,
tuntas dan tidak setengah-tengah,
2.
Memiliki kepribadian yang prima,
3. Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik.
Melalui tiga karakteristik itu diharapkan
merka mampu menyajikan proses pendidikan yang profesional bagi anak didiknya.
Profesi guru menuntut keprofesionalan. Karena itu jabatan guru merupakan
jabatan profesional, yang pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu.
Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan terus-menerus. Sebagai jabatan, harus dapat menjawab tantangan
perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selal dikembangkan dan
dimutakhirkan. Dalam bersikap pun guru harus selalu mengadakan pembaharuan
sesuai tuntutan tugasnya.
BAB II
PROFESI
KEGURUAN
A. Makna Profesi
Pernakah Anda mendengar istilah profesi?
Bukankah kita sering mendengar istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari?
Kita sering mendengar orang bertanya: “apa profesi dia?”, Atau ada ngkapan:
“dia berprofesi sebagai dokter”, “profesinya sebagai arsitek”, “profesi ayah
saya pengusaha”, “profesi saya guru”, dan sebagainya. Terkesan profesi itu sama
artinya dengan pekerjaan atau jabatan. Betulkan demikian? Jika tidak lantas apa
yang membedakannya? Marilah kita cermati istilah profesi secara baik, agar ktia
tidak keliru menafsirkannya.
Mengutip pendapat Ornstein dan Levine
(1984), Sutjipto dan Kosasi (1999) mendefinisikan profesi adalah jabatan atau
pekerjaan yang memnuhi syarat-syarat tertentu. Banyak pendapat tentang
syarat-syarat tersebut, tetapi pada umumnya menunjuk bahwa profesi haruslah:
1.
Memiliki fungsi yang signifikan dalam kehidupan
masyarakat di mana profesi tersebut berada.
2.
Memerlukan keahlian dan keterampilan tertentu yang
tidak dapat dijangkau oleh masyarakat awam pada umumnya.
3.
Keahlian yang diperlukan dikembangkan berdasarkan
disiplin ilmu yang jelas dan sistematis
4.
Memerlukan pendidikan atau pelatihan yang panjang,
sebelum seseorang mampu memangku profesi tersebut.
5.
Memiliki otonomi dalam membuat keputusan yang terkait
dengan ruang lingkup tugasnya.
6.
Memiliki kode etik jabatan yang menjelaskan bagaimana
profesi itu harus dilaksanakan oleh orang yang memegangnya.
7. Memiliki
organisasi profesi yang merupakan tempat pemegang profesi berasosiasi dan
megnembagnkan profesi tersebut.
Jika tujuh syarat tersebut di atas
dijadikan sebagai profesi pekerjaan sebagai dokter dapat termasuk sebagai
profesi, karena memnuhi ke tujuh syarat di atas. Pekerjaan bidang kedokteran
sangat diperlukan dalam masyarakat, dokter memerlukan keahlian yang tidak
dimiliki masyarakat biasa, dan seterusnya. Bidang kedokteran juga memiliki
organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesi (IDI) yang sangat kokoh.
Sebaliknya pekerjaan sebagai pedagang rasanya tidak memenuhi tujuh syarat di
atas, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai profesi. Misalnya pedagang
tidak memerlukan pendidikan/pelatihan panjang, sebelum yang bersangkutan dapat
melaksanakannya.
B. Guru sebagai Profesi
Nah, bagaimana dengan guru? Apakah jabatan
guru memenuhi syarat-syarat di atas? Sebelum kita mendiskusikan jabatan guru
sebagai profesi secara lebih jauh, mari kita perhaian kriteria jabatan guru
yang diajukan oleh National Education
Association (NEA) di Amerika Serikat, yaitu :
a.
Jabatan melibatkankegiatan intelektual.
b.
Jabatan yang didasarkan pada bidang ilmu tertentu yang
jelas dan kokoh.
c.
Jabatan yang memerlukan persiapan pendidikan dan atau
latihan yang cukup lama, sebelum yang bersangkutan dapat memangku jabatan
tersebut.
d.
Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan secara
berkisambungan.
e.
Jabatan yang menjanjikan karier hidup secara memadai.
f.
Jabatan yang dapat menentukan standar mutunya sendiri
dan tidak banyak dipengaruhi oleh pihak lain.
g.
Jaatan yang mementingkan fungsi layanan sosial daripada
keuntungan sendiri.
h. Jabatan
yang memiliki organisasi profesi yang kuat.
Jika kriteria jabatan profesional untuk
guru yang diajukan oleh NEA di atas dibandingkan dengan kriteria jabatan
profesional yang diajukan oleh para ahli lain di atas, sebenarnya sangat mirip.
Butir yang nampak khusus pada ajuan NEA adalah bahwa jabatan profesional harus
menjanjikan karier hidup secara memadai, yang itu tidak muncul pada kriteria
yang seringkali diajukan olehpara ahli-ahli pada umumnya.
Kini mari kita telaah, apakah kondisi
jabatan guru di Indonesia memenuhi kriteria yang diajukan oleh NEA maupun oleh
ahli lain yang disajikan di atas.
1.
Apakah
jabatan guru memiliki fungsi signifikan dalam kehiudpan masyarakat?
Signifikansi pekerjaan/jabatan guru dalam
kehidupan masyarakat rasanya tidak lagi perlu diragukan. Jika kita menanyakan
hal itu kepada masyarakat, dapat diduga sebagian besar akan menjawab bahwa
peran guru itu penting. Bahkan menurut berbagai sumber, setelah Jepang dibom
atom oleh Amerika Serikat dengan sekutunya pada Perang Dunia Kedua, yang
ditanyakan oleh Kaisar Hirohito bukan beberapa tentara, insinyur atau dokter
yang masih dimiliki, tetapi beberapa jumlah guru yang masih dimiliki oleh
Jepang. Tampaknya, sang Kaisar memikirkan untuk membangun kembali Jepang dari
kehancuran akibat bom atom itu, diperlukan proses pendidikan yang baik dan
untuk itu diperlukan guru dalam jumlah yang cukup.
Untuk konteks Indonesia saat ini
penting-tidaknya pekerjaan guru dapt dirunut dari hasil Sidang Umum MPR Tahun
2002 yang mengeluarkan ketetapan bahwa naggaran sektor pendidikan minimal 20%
dari APBN bagi pemerintah pusat dan minimal 20% dari APBD bagi pemerintah
Kabupaten/Kota. TAP tersebut menunjukkan bahwa MPR sebagai respresentasi rakyat
Indonesia sektor pendidikan sangat penting dalamm pembangunan bangsa. Kita
tentu berharap TAP MPR tersebut dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun
Kabupaten/Kota.
Jika pendidikan sudah dianggap sebagai
sektor penting, apakah guru merupakan faktor penting dalam pendidikan? Secara
teoritik jawabannya jelas, bahwa guru merupkan faktor penting, bahkan beberapa
ahli menyatakan bahwa guru merupakan salah satu faktor paling penting dalam
pendidikan. Mengapa? Karena guru-lah (termasuk guru BK dan pamong belajar pada
PLS) ujung tombak pendidikan. Apapun kebijakan yang dirancang, pada akhirnya
guru yang mengimplementasikan dalam proses pembelajarna. Banyak ahli yang
menyatakan, sebaik apapun kurikulum dan sarana pendidikan, namun jika kualitas
gurunya kurang baik, proses pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.
Sebaliknya, guru yang berkualitas dan memiliki komitmen kerja yang bagus akan
berupaya agar pembelajaran berjalan dengan baik, walaupun sarana yang ada
sangat terbatas. Tentu idealnya, kurikulumnya bagus, gurunya berkualitas dan
memiliki komitmen kerja tinggi, serta didukung oleh sarana yang lengkap.
2.
Apakah
jabatan guru melibatkan kegiatan intelektual?
Bahwa jabatan/pekerjaan guru melibatkan
kegaitan intelektual kiranya tidak perlu diragukan. Guru yang baik akan selalu
berusaha agar peserta didiknya menguasai materi ajar dan kompetensi tertentu
yang sedang dipelajari. Untuk itu guru akan selalu mencari cara berdasarkan
teori belajar tertentu. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang akhir-akhir ini
digalakkan dan dianjurkan dilaksanakan oleh guru dalam upaya memperbaiki proses
pembelajaran, juga merupakan petunjuk bahwa pekerjaan guru melibatkan kegiatan
intelektual.
Perlibatkan kegiatan intelektual pada
jabatan guru juga tampak dari perlunya guru terus belajar mengikuti
perkembagnan ilmu dan teknologi. Bukankah mengikuti perkembangan iptek secara
sungguh-sungguh dan terencana merupakan kegiatan intelektual?
3.
Apakah
jabatan guru mempunyai sandaran bidang ilmu yang diakui oleh dunia keilmua?
Harus diakui bahwa sampai saat ini
terhadap pertanyaan di atas belum bulat. Artinya ada ahli yang menyatakan
pendiidkan merupakan bidang ilmu khusus, tetapi juga ada yang menganggapnya
seni semata. Dalam bahasa lain, masih ada perbedaan pendapat, sebagian ahli
menyatakan bahwa pendidikan merupakan ilmu (science)
dan ada ahli lain yang menyatakan pendidikan seni (art) semata.
Sebagai bidang ilmu “baru” sebenarnya
fenomena seperti itu sangat wajar dan juga
menimpa bidang ilmu lain, ketika dalam proses pertumbuhan. Jumlah ahli
yang mengakui bahwa pendidikan (education)
sebagai bidang ilmu tampaknya semakin banyak, sehingga dapat diduga pada
akhirnya pendidikan akan merupakan bidang ilmu yang mapan, sebagaimana bidang
ilmu lainnya yang sudah lebih dahulu berkembang.
Di samping itu, penelitian-penelitian
dalam bidang pendiidkan kini juga berkembang dengan pesat, dan bahkan sudah
terdapat berbagai pusat kajian tentang pendiikan. Demikian pula sudah banyak
jurnal ilmiah dala bidang pendidikan Encyclopedia
of Educational Research, misalnya telah memuat ribuan karya ilmiah dan
hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan.
4.
Apakah
jabatan guru memerlukan keahlian khusus, sehingga memerlukan persiapan
pendidikan/latihan yang cukup lama?
Terhadap pertanyaan atau syarat di atas
juga masih terdapat perbedaan pendapat, yang sebenarnya terkait dengan
perbedaan pendapat pada butir c. sebagian ahli berpendapat pekerjaan guru
memerlukan keahlian khusus, seingga untuk itu diperlukan pendidikan/latihan
cukup lama untuk menguasainya. Sebagian ahli berpendapat pekerjaan guru
merpakan seni, seingga setiap orang memiliki gaya sendiri dan memiliki
kebebasan untuk megnembangkannya. Perbedaan pendapat itu juga tampak pada
pelaksanaan di lapangan. Ada pihak-pihak yang memberikan syarat terntentu bagi
orang yang akan melaksanakan tugas sebagai guur, namun juga ada pihak-pihak
yang membolehkan setiap orang untuk memangku pekerjaan sebagai guru.
Namun perkembangan menunjukkan jabatan
guru memerlukan persyaratan tertentu. Di Indonesia berlaku syarat bahwa seorang
yang diangkat menjadi guru (negeri) harus memiliki ujazah kependidikan tingkat
tertentu. Untuk menjadi guru SD harus lulusan D2 Kependidikan (PGSD), untuk
menjadi guru SMP harus lulusan D3 Kependidikan atau Akta Tiga, sedangkan untuk
menjadi guru SMA harus lulusan S1 Kependidikan atau Akta Empat. Tingkatan (levelnya)
mungkin akan berkembang, tetapi dengan disebutkannya kata “Kependidikan” pada
semua jenjang, berarti jabatan guru memerlukan pendidikan/latihan, khusus,
yaitu bidang pendidikan.
Di negara maju bahkan berjalan cukup lama.
Bachelor (setingkat S1) bidang ilmu tertentu, misalnya Fisika tidak boleh
langsung menjadi guru. Mereka harus mengambil dahulu sertifikat bidang
pendiikan, yang seringkali disebut Post Garduate
Cerficate of Education (PGCE) atau istilah lain yang intinya merupakan pendidikan
diploma di atas S1, yang secara khusus mempersiapkan pesertanya menjadi guru.
Tanpa sertifikat atau diploma semacam itu, seseorang tidak akan diangkat
menjadi guru.
5.
Apakah
jabatan guru memerlukan karier yang cukup menjanjikan?
Secara ekonomi tampaknya jaatan guru
memang bukan jabatan yang memberikan imbalan finansial terbaik. Oleh karena
itu. Jika kata “menjanjikan” difahami secara ekonomi semata, jabatan guru
bukanlah jabatan yang sangat menjanjikan. Jadi dapt difahami jika banyak pihak
yang kurang tertarik kepada pekerjaan sebagai guru. Hal itu membawa
konsekwensi, jabatan guru sulit mendapat “bibit-bibit yang unggul”. Ada sebuah
ungkapan, bahwa lulusan SMA yang mendaftar ke LPTK (Perguruan Tinggi Penghasil
Guru) pada umumnya bukan mereka yang terbaik di sekolahnya, sehingga skor UMPTN
yang diterima di LPTK biasanya lebih rendah dibanding universitas lainnya.
Tetapi juga harus diakui bahwa, jbatan guru memberikan imbalan yang memadai,
khususnya guru negeri atau guru pada skeolah swasta yang “mapan”. Memang tidak
sebaik jabatan sebagai dokter, arsitek atau pengacara, tetapi secara relatif
dapat masih cukup menopang kehidupan keseharian. Apalagi di negara-negara maju,
jabatan guru sudah mampu memberikan imbalan finansial yang cukup baik, walaupun
tetap lebih rendah dibandingkan dokter, pengacara atau arsitek.
Beberapa pihak juga menyatakan bahwa,
walaupun secara finansial jabatan guru bukan yang terbaik, ada aspek lain yang
perlu diperhitungkan. Guru memiliki murid yang terus bertambah setiap tahun dan
pada umumnya murid akan terkesan kepada guru yang dianggap “baik”. Oleh karena
itu guru yang baik akan memiliki jaringan hubungan yang sangat banyak. Hubungan
seperti itu sangat penting dala mengatasi masalah yang dihadapi sehari-hari.
Dari aspek lain, guru juga difahami sebagai jabatan/pekerjaan yang mulia,
sehingga dengan ilmunya ikut membantu membentuk anak didik sebagai generasi
masa depan. Bukankah sebaik-baik ilmu adalah yang memberikan manfaat bagi
kehidupan? Ikut membentuk perkembangan peserta didik tentunya termasuk ilmu
yang bermanfaat.
6.
Apakah
jabatan guru dapat mengambil keputusan secara mandiri, termasuk tentang standar
pekerjaannya?
Terhadap kriteria di atas, kita harus
hati-hati. Jabatan apapun yang terkait dengan berbagai pihak atau menyangkut hajat
hidup orang banyak tidak dapat tidak dapat menentukan standarnya secara
sepihak. Pihak lain, khusus yang dilayani atau terkait dengan layanan tersebut
harus ikut serta dapat menentukan standar dimaksud. Dengan demikian memang
dalam menentukan standar layana pendidikan, guru atau lembaga profesi guru
harus mengikutsertakan stake holder
(pihak-pihak yang berkpentingan) pendidikan, misalnya orangtua, ahli
pendidikan, LPTk, tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan
dan sebagainya.
Di samping itu dalam menentukan standar
layanan, kata mandiri hendaknya tidak diartikan guru secara perorangna, tetapi
secara kelembagaan, misalnya dalam wadah organisasi profesi. Dari pengalaman
selama ini, tampaknya guru, organisasi profesi guru (PGRI), organisasi ahli
pendidikan (ISPI) juga sudah berperan besar dalam menentukan standar pekerjaan
atau layanan pendidikan, termasuk guru. Keterlibatgan pihak lain, khususnya
pihak birokrasi kependidikan, juga tidak dapat diartikan semata-mata
intervensi, telah terkait fungsinya sebagai salah satu stake holder pendidikan.
Aspek yang perlu mendapat perhatian adalah
guru harus dapat mengambil keputusan secara mandiri adalah pengambilan
keputusan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam praktek sehari-hari tampaknya guru
sudah “memiliki” ruang gerak untuk mengambil keputusan, khususnya yang terkait
dengan pelaksanaan pembelajaran sehari-hari.
7.
Apakah guru
memiliki organisasi profesi yang kuat?
Di negara maju, guru memang sudah memiliki
organisasi profesi yang kuat. Bahkan di beberapa negara maju organisasi guru
sangat kuat, sheingga selalu dilibatkan oleh pemerintahnya untuk pengambilan
berbagai kebijakan. Untuk Indonesia terdapat asosiasi yang terkait dnegan guru,
yaitu PGRI dan ISPI. PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) merupakan
organisasi persatuan guru, sementara ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia)
merupakan organisasi kesarjanaan di bidang pendidikan. Namun harus diakui peran
ISPI maupun PGRI nampaknya belum begitu kuat benar.
Di negara maju, peran organisasi profesi
guru lebih banyak bergerak dalam kawasan pengembangan profesional lainnya,
secara terprogram. Sementara di Indonesia, pembinaan seperti itu masih belum
terprogram dengan baik dan masih lebih banyak kepada aspek-aspek yang terkait
dengan penataan/penguatan organisasi serta mewakili guru dalam upaya ikut dalam
pengambilan keputusan di berbagai jenjang. Dengan demikian, walaupun belum
sekuat di negara maju dan juga belum sekuat organisasi profesi di bidang
kedokteran (IDI), jabatan guru telah memiliki organisasi profesi yang memiliki
jaringan skala nasional.
8.
Apakah
jabatan guru memiliki kode etik yang menjadi landasan guru dalam bekerja?
Dalam suatu profesi, kode etik
merupakanlandasan moral sekaligus sebagai pedoman melaksanakan tugas. Dengan
demikian, kode etik seharusnya juga dapat digunakan untuk menilai apakah
seseorang telah melakukan penyimpangan kode etik profesi tersebut. Apakah guru
memiliki kodde etik dalam bekerja? Ternyata PGRI telah merumuskan kode etik
guru yang terdiri dari semibilan butir, yaitu: (a) guru berjiwa pancasila, (b)
guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional, (c) guru berusaha
memperoleh informasi tentang peserta didik sebagian bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan, (d) guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar, (e) guru memelihara hubungan
baik dengan orangtua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta
dan rasa tanggung jawab bersama terhdap pendidikan, (f) guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan danmengingkatkan mutu dan martabat profesinya, (g)
guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial, (h) guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian, dan (i) guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Menurut catatan kode etik tersebut telah
lama dikembangkan dan terakhir disempurnakan pada Kongres PGERI XVI Tahun 1989.
Mungkin yang menjadi pertanyaan apakah kode etik tersebut benar-benar telah
difahami oleh guru dan telah dijadikan sebagai landasan moral maupun pedoman
dalam melaksanakan tugas keseharian. Tentu tidak mudah untuk menjawab
pertanyaan tersebut, karena terkait dengan sejauh mana kode etik itu telah terdiseminasikan
kepada guru yang berada di berbagai pelosok tanah air dan tergantung seberapa
jauh para guru memahami kemudian menginternalisasinya.
9.
Apakah jabatan
guru lebih mementingkan layana sosial dari pada keuntungan pribadi?
Secara ideal jabatan guru memiliki nilai
sosial sangat tinggi guru membantu mengambangkan potensi anak didik yang
sebenarnya “anak orang lain”. Walaupun imbalan finansial guru pada umumnya
lebih rendah dibanding jabatan lain. Guru yang baik, menekuni pekerjaannya
bukan karena alasan finanasial, tetapi karena kepuasan membantu anak didik
mengembangkan diri.
Bagaimana dalam pelaksanannya di
masyarakat? Betulkah guru pada umumnya bekerja sebagaimana yang diidealkan di
atas? Sangat tergantung pada individu guru yang bersangkutan. Namun kebanyakan
guru memang bekerja dengan baik, walaupun gaji mereka tidak setinggi dokter,
arsitek, dan pengacara.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
guru dapat dikatergorikan sebagai profesi. Walaupun masih ada perbedaan
pendapat untuk beberapa kriteria, tetapi kecenderungan terakhir menunjukkan
jabatan guru dapat memenuhi kriteria sebagai profesi.
Peranan profesional guru dalam keseluruhan
program pendidikan di sekolah diwujudkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
berupa perkembangan siswa secara optimal. Untuk maksud tersebut, maka peranan
profesional itu mencakup tiga bidang layanan, yaitu: layanan instruksional,
layanan administrasi, dan layanan bantuan akademik-sosial-pribadi. Layanan
instruksional merupakan tugas utama guru, sedang layanan administrasi dan
layanan bantuan merupakan pendukung. Tugas yang digambarkan tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
Pertama,
penyelenggaraan proses belajar-mengajar, yang menempati porsi terbesar dari
progesi keguruan. Tugas menuntut guru untuk menguasai isi atau materi bidang
studi yang diajarkan serta wawasan yang berhubungan dengan materi itu,
kemampuan mengemas materi sesuai dengna latar perkembangan dan tujuan
pendidikan, serta menyajikan sedemikian rupa sehingga merangsang murid untuk
mengusai dan mengambangkan materi itu dengan menggunakan kreativitasnya. Di
dalam pendidikan prajatan, kemampuan menyelenggarakan tugas dalam proses
belajar mengajar ini dipersiapkan melalui perkuliahan studi belajar dan
pembelajaran seta program pengalaman lapangan.
Kedua, tugas yang
berhubungan dengan membantu murid dalam mengatasi maslah dalam belajar pada
khususnya, dan masalah-masalah pribadi yang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan belajarnya. Bagaimana sebenarnya proses belajar mengajar murid di
kelas sangat erat kaitannya dengan berbagai masalah di luar kelas yang
seringkali bersifat non-akademik. Masalah yang dihadapi dalam lingkungan
kehidupan anak perlu dibantu pemecahannya melalui program bimbingan dan
konseling.
Ketiga, di samping
kedua hal tersebut, guru harus memahami bagaiman sekolah itu dikelola, apa
peranan guru di dalamnya, bagaimana memanfaatkan prosedur seta mekanisme
pengelolaan tersebut untuk kelancaran tugas-tugasnya sebagai guru. Di samping
itu, guru juga harus memahami bagaimana harus berintdak sesuai dengan etika
jabatannya, dan bagaimana guru bersikap terhadap tugas mengajar serta dengan
personalia pendidikan atau orang-orang di luarnya yang ikut menentukan
keberhasilan tugas mengajarnya.
BAB III
KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU
A. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu
merupakan syarat utama bagi berlangsungna prses belajar-mengajar. Interaksi
dalam peristiwa belajar-mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar
hubungan antar guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal
ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman
sikap dan nilai pada siswa yang sedang belajar.
Proses belajar-mengajar mempunyai makna
dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar
tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang
belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi
yang saling menunjang.
Guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian
khusus untuk melakukankegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai
berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk
menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalabi sebagai guru profesional
yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan
berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui
masa pendiikan tertentu.
Proses
dalam pengertiannya di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang
terdapat dalam belajar-mengejar yang satu sama lainnya saling berhubungan
(interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Yang termasuk komponen
belajar-mengajar antara lain tujuan instruksional yang hendak dicapai, materi
pelajaran, metode mengajar, alat peraga pengajaran, dan evaluasi sebagai alat
ukura tercapai-tidaknya tujuan.
Belajar
diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Seseorang setelah
mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi
yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dala belajar di
antaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu
yang belajar.
Mengajar
merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup
berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat tergantung pada
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu
perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik,
tetapi sederhana. Dikatakan unik
karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang
mengajar, yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat
yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar
dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati
oleh siapa saja. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan
belajar-mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu
usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Pengertian ini mengandung makna
bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar
siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas
maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang kegiatan belajar-mengajar.
B. Peran Guru dalam PBM
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah
penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-legih bagi
keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan
teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang
cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam
kadar dinamik untuk dapat mengadaptasi diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan
fungsinya, semkin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan
seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri
bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kin, dan gerak
maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengna citra para guru di
tengah-tengah masyarakat.
Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai
sekarang, guru menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh
para murid di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat
lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi
masyarakat.
Sebagaimanyang tela dikemukakan di atas,
perkembangan baru terhadap pandangan belajar-mengajar konsekuensi kepada guru
untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar-mengajar dan
hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru.
Guru yang kompeten akan mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa
berada pada tingkat optimal.
Peranan dan kompetensi guru dalam proses
belajar-mengajar meliputi:
1.
Guru Sebagai
Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau mengajar, guru
hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan
kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat
menentukanhasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh
guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus.
Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan
demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Maksudnya agar apa yang disampaikannya betul-betul dimiliki oleh anak didik.
Juga seorang guru hendaknya mampu dan
terampil dalam erumuskan TPK, memahami kurkulum, dan dia sendiri sebagai sumber
belajar terampil dalam memberikan
informasi kepada kelas. Sebagai pengajr ia pun harus membantu perkembangan anak
didik untuk dapat menerim, memahmi, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu
guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai
kesempatan. Akhirnya seorang guru akan dapat memainkan peranannya sebagai
pengajar dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan
ketrampian-keterampilan mengajar yang dibahas pada bab selanjutnya.
2.
Guru Sebagai
Pengelola Kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas
(learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan
belajar serta merupakan aspek dari sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan
ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada
tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan
sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik.
Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk
belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dengan mencapai tujuan.
Kualitas dan kuantitas belajar siswa di
dalam kelas tergantung pada banyak faktor, antara lainialah guru, hubungan
pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam
kelas.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah
menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya
adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar,
menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta
membantu siswa untuk meperoleh hasil yang diharapkan.
Sebagai
manajer guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar
senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing
proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya.
3.
Guru Sebagai
Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses
belajar-mengajar. Dengan demikian maka pendidikan merupakan dasar yang sangat
diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi
berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan
tentang media pendidika
Bagaimana orang berinteraksi dan
berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas
lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat
dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik,
mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang positif
dengan para siswa.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu
mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian
tujuan dan peoses belajar-mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks,
majalah, ataupun surat kabar.
4.
Guru Sebagai
Evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan,
akan kita ketahui bahwa setiap jenis pendidikan tau bentuk pendidikan pada
waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan orang selalu mengadakan
evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan,
selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak
terdidik maupun oleh pendidikan.
Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar
guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah tujuan yangtelah dirumuskan itu tercapai atau belum,
dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut
akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan penilaian, guru dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian di
antaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau
kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang
siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di
kelasnya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
C. Kompotensi Profesionalisme Guru
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (WJS Purwadarminta) kompetensi berarti
(kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian
dasar kompetensi (competency) yakni
kemampuan atau kecakapan.
Adapun kompetensi guru adalah the ability of teacher to responsibility
perform has or her duties oppropriately. Kompetensi guru merupakan
kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara
bertanggung jawab dan layak.
Dengan gambaran pengertian tersebut,
dapatlah disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru
dalam melaksanakan profesi keguruannya.
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini,
maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru
profesional adalah oran gyang tidak terdidik dan terlatih dengan baik, serta
memiliki pengalamn yang kaya di bidangnya.
Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih
bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai
strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai
landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam kompetensi guru
yang profesional.
Terdapat banyak pendapat tentang
kompetensi yang seharusnya dikuasai guru sebagai suatu jabatan profesional. Ada
ahli yang menyatakan ada sebelas kompetensi yang harus dikuasai guru, yaitu:
1.
Menguasai bahan ajar,
2.
Menguasai landasan-landasan kependidikan,
3.
Mampu mengelola program belajar mengajar,
4.
Mampu mengelola kelas,
5.
Mampu menggunakan media/sumber belajar lainnya,
6.
Mampu mengelola interaksi belajar mengajar,
7.
Mampu menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan
pengajaran,
8.
Mengenal fungsi dan program pelayana bimbingan dan
penyuluhan,
9.
Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah,
10. Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran, dan
11. Memiliki
kepribadian yang tinggi.
Uzer Usman (1995) mengajukan
jeniskompetensi yang agak berbda bagi guru. Kompetensi guru dibagi menjadi dua,
yaitu kompetensi pribadi dan kompotensi profesional. Kompotensi pribadi
mencakup: (a) kemampuan mengembangkan kepribadian, (b) kemampuan berinteraksi
dan berkomunikasi, (c) kemampuan bimbingan dan penyuluhan, (d) kemampuan yang
terkait dengan administrasi sekolah, serta (e) kemampuan melaksanakan
penelitian sederhana. Kompetensi profesional mencakup: (a) menguasai landasan
kependidikan, (b) menguasai bahan pengajaran, (c) mampu menyusun program
pengajaran, (d) mampu melaksanakan program pengajaran, serta (e) mampu menilai
hasil dan proses belajar mengajar.
Masih ada ahli yang juga mengajukan
pendapat tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai oleh guru. Namun jika
dipadukan dan disederhanakan, kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru
dapat dikelompokkan menjadi:
a.
Penguasaan tentang wawasan pendidikan,
b.
Penguasaan bahan ajar,
c.
Penguasaan terhadap proses belajar mengajar,
d.
Penguasaan terhadap evaluasi belajar,
e.
Penguasaan terhadap pengembangan diri sebagai
profesional
Tentang keempat hal ini bisa dijelaskna
sebagai berikut: wawasan pendidikan mencakup pemahaman terhadap: (1) hakekat
manusia, masyarakt dan kaitannya dengan pendidikan, (2) landasan pendidikan ditinjau
dari sudut filosifi, psikologi, sosiologi, dan ekonomi, (3) hakekat peserta
didik, (4) hakekat proses belajar mengajar, (5) lembaga pendidikan, dan (6)
sistem pendidikan nasional.
Penguasaan bahan ajar tentunya terkait
dengan isi mata pelajaran yang diasuh oleh guru. Namun demikian perlu dipahami
bahwa guru tidak cukup menguasai materi ajar seperti yang tercantum dalam
kurikulum sekolah, tettapi juga materi “di atasnya” yang menjadi payung materi
yang bersangkutan.
Penguasaan terhadap proses pembelajaran
mencakup kemampuan dalam: (1) mengalisis karakteristik peserta didik, (2)
merancang proses belajar mengajar yang sesuai dengan materi ajar dan
karakteristik peserta didik, (3) melaksanakan proses belajar mengajar yang
kondusif bagi peserta didik utnuk belajar, serta (4) memilih dan mengambangkan
media dan sumber belajar lainnya.
Penguasaan terhadap evaluasi belajar
mencakup kemampuan dalam (1) menguasai konsep evaluasi belajar, (2) memilih dan
mengembangkan metode evaluasi yang sesuai dengan tujuan belajar, (3)
mengembangkan instrumen dan alat evaluais belajr lainnya, (4) melaksanakan
evaluasi belajar sesuai rancangannya, serta (5) mampu menganalisis hasil
evaluasi untuk kepentingan peningkatan mutu proses belajar mengajar.
Penguasaan terhadap pengembangan diri
sebagai guru profesional mencakup kemampuan dalam: (1) memahami guru sebagai
suatu profesi beserta ciri-cirinya, (2) memahami kompetensi dan kepribadian
yang seharusnya dimiliki oleh guru, (3) memahami tantangan guru sebagai tenaga
profesional di bidang pendidikan, (4) memahami konsep pengembangan diri, serta
(5) memahami cara-cara mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan jabatan
sebagai guru profesional.
BAB IV
KODE ETIK
PROFESI KEGURUAN
A. Pengertian Kode Etik
Setiap profesi, seperti telah dibicarakan
dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian,
jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang
pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri,
penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai
contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai
berikut:
Menurut Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri/Sipil
mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam
dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur
Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan
pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai
negeri. Dari urai ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari-hari.
Dalam pidato pembukaan
Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik
Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI,
1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahawa dalam
Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan
moral, (2) sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode
etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan,
yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota
profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
B. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik
dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai
berikut:
Ø
Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat
menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan
sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh
karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk
tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut
kode kehormatan.
Ø
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan
di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan
batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota
profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kesejahteraan para
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium
anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode
etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan
profesinya.
Kode etik juga sering
mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak
pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan
sesama rekan anggota profesi.
Ø
Untuk
meningkatkan pengabadian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat
juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi
anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan
ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
Ø
Untuk
meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu
profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
Ø
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu
organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif
berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang
dirancang organisasi.
Dari uraian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk
menjunjung tinggi martabat profesi,
menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian
anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
C. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh
suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para naggotanya. Penetapan
kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan
demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara
perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan
atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi
tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang
menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi
profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan
suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan
profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan
seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan
pelanggaran yang serius terhdap kode etik dapat dikenakan sanksi.
D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya
negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal yang semula hanya merupakan
kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum
atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai
landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang
memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi
perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini. Jika
seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama
anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di
muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan
merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap
pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan
sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi
profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
E. Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan
sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan
baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik
Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap
guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di
dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat.
Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting
untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya,
Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh
seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama
dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres
PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang
telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari,
bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa Tuhan Yang Maha Esa, bangsa
dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian Republik Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta
didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya
yangmenunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid
dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab
bersama terhdap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan
mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
F. Organisasi Profesional Keguruan
Seperti yang telah disebutkan salah satu
kriteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk
meyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi
profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru
Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di
Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi
kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan
kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi
utama PGRI, yaitu:(a) Misi politis/ideologi, (b) Misi persatuan organisatoris,
(c) Misi profesi, dan (d) Misi kesejahteraan. Kelihatannya, dari praktek
pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama-misi politis/ideologis, dan
misi perasatuan/oranisasi lebih menonjol realisasinya dalam program-program
PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil PGRI dalam badan
legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol ini dapat kita
pahami sesuai dengan tahap perkembangan bangsa dalam era orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi
kesejateraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara misi ketiga,
misi profesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga.
Dalam kaitannya dengan perkembangan
profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengandalkan pihak pemerintah,
misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta
program peningkatan mutu lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan
program kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang
masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.
Kebanyak kegiatan yang berkaitan dengan
peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan
ulangtahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu,
peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu
menonjo.
Di samping PGRI sebagai satu-satunya
organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada
organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang
didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional.
Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesional dari gur dalam
kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan
jadwal yang cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara
kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, ada lagi organisasi
profesional di bidnagn pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini mempunya divisi-divisi
antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana
Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa
Indonesia )HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi
ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan
kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu
anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota
salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di
LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.
BAB V
SIKAP PROFESIONAL
KEGURUAN
A. Sasaran Sikap Profesional
Guru sebagai pendidikan profesional
mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada
masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat
sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan
guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Baimana
guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan
dorongan kepada naka didiknya dan bagaimana cara guru berpaiakan dan berbicara
serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat,
sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru selalu
diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah
khusus perilaku guru yang berhubungan denga profesinya. Hal ini berhubungan
dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta
mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru
yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni
sikap profesional keguruan terhadap: (1) Peraturan perundang-undangan, (2)
Organisasi profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6)
Pemimpin, serta (7) Pekerjaan.
B. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Dalam rangka pembangunan di bidang
pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang meruapakankebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan
gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan
melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda
dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan
pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk
ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini
selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan
abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut.
Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional, di pusat maupun di Daerah, maupun departemen lain dalam
rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesi awajib tunduk dan
taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus
taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional maupun Departemen yang berwenang mengatur pendidikan, di
pusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanan-kebijaksanaan
pendidikan di Indonesia.
C. Sikap Terhadap Organisas Profesi
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningktkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa
pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI
sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan
berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi
guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat tergantung kepada kesadaran para
anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya Organisasi PGRI
merupakan suatu sistem, di mana unsur pembentukannya adalah guru-guru. Oleh
karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan
timbal balik antara naggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina
mengawasi para anggtoanya. Siapakah yang dimaksud dengan organisasi itu?
Jelaskan yang dimaksud bukan hanya ketua, atau sekretaris, atau beberapa orang
pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan organisasi di sini adalah
semua anggota dengna seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat
perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua
anggota dan semua pengurusnya. Oleh karena itu, semua anggota dan pengurus
organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan
wakil-wakil formal dan keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang
melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan
kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat
itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan
sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai
sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan
apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian
waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga
yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat
organisasi tersebut, sehingga pemanfaatnya menjadi efektif dan efisien. Dengan
perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota
biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu
organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi,
khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam
jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi,
kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendiidkan prajabatan atau
pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakuka
setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam
melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu
profesi dapat dilakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga
dapat dilakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan itu pun
beragam sesuai dengan yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu
profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal.
Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam
berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain
yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru
dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan infomal guru dapat
saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media
(surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain) atau dari buku-buku yang
sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat
pula direncanakan dan dilakukan secara bersama atau berkelompok. Kegiatan
berkelompok ini dapat beruap penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau
bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri.
Misalnya program penyetaraan D-III guru-guru SMP, adalah contoh-contoh, kegiatan
berkelompok yang diatur tersendiri.
Kalau sekarang kita lihat kebanyakan dari
usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka
di waktu mendatang diharapkan organisasi profesilah yang seharusnya
merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu
sendiri.
D. Sikap terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan
bahawa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa: (1) Guru hendaknya menciptakan dan
memlihara hubngan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di
dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia
menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubngan yang harmonis perilaku
diciptakan dengan mewujudkan persaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi,
yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu
dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan keleuargaan
ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja
maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya
keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
1.
Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti diketahui, dalam setiap sekolah
terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa orang guru ditambah dengan
beberapa orang personel sekolah lainnya sesui dengan kebutuhan sekolah
tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawakan misinya akan banyak bergantung
kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah
dapat berfungsi sebagimana mestinya, mutlak adanya hubunga yang baik di antara
sesma personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dengan guru, guru
dengan guru, dankepala sekolah ataupun guru dengan semua personel sekolah
lainnya. Semua personel sekolah in iharus dapat menciptakan hubungan baik
dengan anak didik di sekolah tersebut.
Sikap profesional lain yang perlu
ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai,
saling pengertian, dan tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh
rasa senasib sepenanggungan seta menyadari akan kepentingan bersama, tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang
lain (Hermawan, 1979). Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya
jumlah manusia, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan,
sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat
berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara meraka tumbuhan sikap
saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengna lainnya.
Adapun kebiasaan kita pada umumnya, untuk
kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal
ini menimbulkan keretakan di antara sesama kita. Hal ini tidak boleh terjadi
karena kalau diketahui murid ataupun orang tua murid, apalagi masyarakat luas,
mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal ini juga dapat
mendatangkan pengaruh yang negatif kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar
jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu saling maaf-memaafkan
dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di
sekolah.
2.
Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Kalau kita ambil sebagai contoh profesi
kedokteran, maka dalamsumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan
dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahawa setiap dokter
akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung. Dengan ucapan ini
para dokter menganggap profesi mereka sebagai suatu keluarga yang harus
dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Sebagai saudara mereke berkewajiban saling
mengoreksi dan saling menegur, jika terdapat kesalahan-kesalihan atau
penyimpangan yang dapat merugikan profesinya. Meskipun dalam prakteknya besar
kemungkinan tidak semua anggota profesi dokter itu melaksanakan apa yang
diucapkannya dalam sumpahnya, tetapi setidak-tidaknya sudah ada norma-norma
yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu.
Sekarang apa yang terjadi pada profesi
kita, profesi keguruan? Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa
sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh.
Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagikita masih perlu ditumbuhkan sehingga
kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan teman sejawatnya
berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran.
Uraian ini dimaksudkan sebagai
perbandingan untuk dijadikan bahan dalam meningkatkan hubungan guru dengan guru
sebagai anggota profesi keguruan dalam hubungan keseluruhan.
E. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan
jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus
dipahami oleh seorang ufur dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni:
tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusi
Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas
dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Pendidikan Nasional, yakni membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah
membimbing peserta didik, bukan mengejar, atau mendidik saja. Pengertian
membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang
terkenal daari sistem itu adalah ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa
pendidikan harus dapat memberi contoh,
harus dapat memberikan pengaruh, dan
harus dapat mengendalikan peserta
didik. Dalam tut wuri terkandung
maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru
memperhatikannya. Dalam handayani berarti
guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan
demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte
peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Mottto tut wuri handayani sekarang telah
diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan Nasional RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik
ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun
rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam
mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan
intelektual saja, tetapi juga harus memeperhatikan perekmbangan seluruh pribadi
peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yan gsesuai
dengna hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya
akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam
kehidupan sebagai insan dewasa. Peseta didik tidak dapat dipandang sebagai
obyek semata yangharus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.
F. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini
disadari dengan sebaik-baiknya oleh seetiap guru, dan guru berkewajiban
menciptakan suasana yang demikian dala lingkungannya. Untuk menciptakan suasana
kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: (a) guru
sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga
dituliskan dalm salah satu butir dari Kode Etik yang berbunyi: “Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.” Oleh sebab itu, guruharus aktif mengusahakan suasan yang
baik itu dengna berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang
sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan
organisasi kelas yang mantap, ataupun pendektan lainnya yang diperlukan.
Suasana yang haromis di sekolah tidak akan
terjadi bila personil yang terlihat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru,
staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik di antara
sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan
terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini
dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, di waktu justru digunakan peserta
didik di luar sekolah, yakni di rumah dan di masyarakat sekitar. Oleh sebab
itu, amatlah beralasan bahwa orang tua dan masyarakat bertanggung jawab
terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan di luar ini terjalin dengan baik
dengan apa yang dilakukan oleh guru di sekolah diperlukan kerja sama yang baik
antara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua
dan masyarakat, sekolah dapat mengambl prakarsa, misalnya dengan cara
mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan
yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa
atau Komite Sekolah dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama
menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan
orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima Kode
Etik Guru Indonesia.
G. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi,
baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar, guru akan berada dala bimbingan
dan pengawasan pihak atasan.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau
organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk
bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja
sama yang dituntut pemimpin tersebut
berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk
yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikandalam bentuk usulan dan
malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan
bersama dan kemajuan organisasi.oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa
sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus
bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah
maupun di luar sekolah.
H. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi keguruan berhubungan dengan anak
didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani
orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan dengna peserta didik yang masih kecil. Barangkali
tidak semua orang dikaruniai sifat seperti itu, namun bila seseorang telah
memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku
seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier
tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencitai dengan sepenuh hati.
Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaannya. Ia harus
mau dan mampu melaksanakan tugsnya serta mampu melayani dengan baik pemakai
jasa yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang
memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan
pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini
peserta didik dan para orang tuannya. Keinginan dan permintaan ini selalu
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenay, guru selalu dituntut untuk
secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini
merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru,
baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan
martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak
mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak
meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan
pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan
zaman.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara
sendiri-sendiri,guru dapat melakukannya secara formal maupun informal. Secaar
formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atua kursus yang
sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya.
Secara informal guru dapat meningkat
pengetahuan dan keterampilannya melalui mass media seperti televis, radio,
majalah ilmiah, koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan
pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya.
BAB VI
Kepribadian GURU
A. pengertian
Kepribadian adalah karakter dan identitas
yang berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya
yang membedakan dirinya dari yang lain.
Dengan demikian, kepribadian (personality) adalah sebagai sifat khas
yang dimiliki seseorang.
Secara psikologi, kepribadian pada
prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran,
perasaan, dan sebagainya) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata).
Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu,
sehingga membuatnya bertingkahlaku secara khas dan tetap dari perilaku psiko-fisik
(rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul julukan-julukan yang
bermaksud menggambarkan kepribadian seseorang.
Kepribadian adalah faktor yang sangat
berpengaruh terhadap seseorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia.
Karena guru berperan sebatgai pembimbing, pembantu dan sekaligus sebagai
anutan. Menurut Zakiah Darodjat (1982) dikatakan bahwa: kepribadian itulah yang
akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak
didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak
didik terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka tengah mengalami
kegoncangan jiwa.
Oleh karena itu setiap calon guru dan guru
profesional sangant diharapkan memahami bagaimana karakteristik kepribadian
dirinya yang diperlukan sebagai panutan para peserta didiknya. Secara
konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 1945 yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, di samping harus memiliki
kualifikasi dan keahlian sebagai tenaga mengajar seperti yang dipersyaratkan
dalam undang-undang sistem pendidikan nasional.
B. Karakteristik Kepribadian Guru
Karakteristik (ciri khas) kepribadian guru
yang berkaitan dengan keberhasilan dalam menggeluti profesinya adalah meliputi
fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.
1.
Fleksibilitas
Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah
cipta) merupakan kemampuan berpikir dan beradaptasi. Juga memiliki resistensi
atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau
dini) dalam pengamatan dan mengenali sesuatu obyek atau situasi tertentu,
seorang gur yang fleksibel selalu berpikir kritis (critical thinking). Berpikir
kritis adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat (rational
reflective) yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau
mengingkari sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu.
Dalam metodologi pembelajaran,flesibiltas
kognitif guru terdiri dari tiga dimensi, yaitu:
a.
Dimensi karakteristik pribadi gur;
b.
Dimensi sikap kognitif guru terhadap peserta didik;
c. Dimensi
sikap kognitif terhadap materi pelajaran dan metode mengajar.
Peredaan antara karakteristik dan sikap
guru yang luwes (flesibel) dengan sikap guru yang kaku pada dimensi-dimensi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, 2, dan 3.
Tabel 1. Karakteristik Kognitif Pribadi
Guru
CIRI
PERILAKU KOGNITIF GURU
|
|
GURU
FLEKSIBEL (LUWES)
|
GURU
KAKU
|
1.
Menunjukkan keterbukaan dalam perencanaan kegiatan
belajar mengajar.
2.
Menjadikan materi pelajaran berguna bagi kehidupan
nyata peserta didik.
3.
Mempertimbangkan berbagai alternatif cara
mengkomunikasikan isi pelajran kepada peserta didik.
4.
Dalam merencanakan sesuatu meskipundengan kondisi
mendesak mereka berhasil.
5.
Dapat menggunakan humor secara proposional dalam
menciptakan situasi PBM yang menarik.
|
1.
Tampak terlampau dikuasai oleh rencana pembelajaran,
sehingga alokasi waktu sangat kaku.
2.
Tidak mampu memodifikasi materi silabus.
3.
Tidakmampu menangani hal yang terjadi secara
tiba-tiba ketika pengajaran berlangsung.
4.
Terpaku pada aturan yang berlaku meskipun kurang
relevan.
5.
Terpaku pada isi materi dan metode yang baku,
sehingga situasi PBM yang monoton dan membosankan.
|
Tabel 2. Sikap Kognitif Guru Terhadap
Peserta Didik
CIRI
PERILAKU KOGNITIF GURU
|
|
GURU
FLEKSIBEL (LUWES)
|
GURU
KAKU
|
1.
Menunjukkan perilaku demokratis dan tenggang rasa
kepada semua peserta didik.
2.
Responsif terhadap kelas (mau melihat, mendengar, dan
merespons masalah disiplin, kesulitan belajar, dan sebagainya).
3.
Memandang peseta didik sebagai partner dalam PBM.
4.
Menilai peserta didik berdasarkan faktor-faktor yang memadai.
5.
Berkesinambungan dalam menggunakan ganjaran dan
hukuman sesuai dengan penampilan peserta didik.
|
1.
Terlalu memperhatikan peserta didik yang pandai dan
mengabaikan peserta didik yang lamban.
2.
Tidak mampu/mau mencatat isyarat adanya masalah dalam
PBM.
3.
Memandang peserta didik sebagai obyek yang berstatus
rendah.
4.
Menilai peserta didik secara serampang.
5.
Lebih banyak menghukum dan kurang memberi ganjaran
yang memadai atau prestasi yang dicapai peserta didik.
|
Tabel 3. Sikap Kognitif Guru Terhadap
Materi dan Metode
CIRI
PERILAKU KOGNITIF GURU
|
|
GURU
FLEKSIBEL (LUWES)
|
GURU
KAKU
|
1.
Menyusun dan menyajikan materi yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
2.
Menggunakan macam-macam metode yang relevan secara
kreatif sesuai dengan sifat materi.
3.
Luwes dalam melaksanakan rencana dan selalu berusaha
mencari pengajaran yang efektif.
4.
Pendekatan pengajarannya lebih problematik, sehingga
peserta didik terdorong untuk berfikir.
|
1.
Terkait dengan isi silabi tanpa mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik yang dihadapi.
2.
Terpaku pada satu atau dua metode mengajar tanpa
memperhatikan kesesuaiannya dengan sifat materi pelajaran.
3.
Terkait hanya pada satu atau dua format dalam
merencanakan pengajaran.
4.
Pendekatan pengajarannya lebih preskriptif
(perintah/hanya memberi petunjuk atau ketentuan)
|
2.
Kebutuhan
Psikologis Pribadi Guru
Karakteristik kepribadian guru yang lain
adalah keterbukaan psikologis yang turut menentukan keberhasilan seorang guru
yang profesional, oleh karena karakteristik kepribadian ini juga merupakan
dasar kompetensi profesional guru.
Keterbukaan psikogis juga sebagai suatu
konsep kontinum, yaitu rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan
psikologis sampai sebaliknya, ketertututpan psokologis. Posisi guru dalam
kontinum tersebut ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan pengalamannya
sendiri dalam hal berkeinginan, berfantasi, dan berperasaan untuk menyesuaikan
diri. Jika kemampuan dan keterampilan dalam menyesuaikan diri makin besar, maka
berarti dekat pada kutub keterbukaan psikologis atau cakap menyesuaikan diri
maka guru makin lebih memiliki keterbukaan diri.
Guru yang terbuka secara psikologis
biasanya ditandai dengan :
a.
Kesediannya yang relatif tinggi untukmengkomunikasikan
dirinya dengan faktor-faktor ekstren, seperti peserta didik, teman sejawat, dan
lingkungan pendidikan tempatnya bekerja.
b.
Kesediann menerima kritik denganikhlas.
c.
Memiliki empat, yakni respon afektif terhadappengalaman
emosional dan perasaan tertentu orang lain.
d.
Ditinjau dari fungsi dan signifikansinya, sebagai
pengarah dalam pembelajaran (director of learning) selain sebagai panutan
peserta didik.
Sisi positif karakteristik kepribadian
keterbukaan psikologis ini antara lain:
1).
Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau
prasyarat penting yang perlu dimiliki guru utnuk memahami pikiran dan perasan
orang lain.
2).
Keterbukaan psikogis diperlukan untuk menciptakan suasana
hubungan antar pribadi guru dan peserta didik yang harmonis, sehingga mendorong
peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara bebas tanpa ganjaran.
BAB VII
TANTANGAN GURU
SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL
Pembahasan
sebelumnya memberikan gambaran bahwa secara konsep gur sebagai tenaga
profesional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan
tugas dan kewenangannya secara profesional, sementara kondisi riil di lapangan
masih amat memperhatikan, baik secara kuantitas, kualitas maupun
profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah adanya berbagai tantangan ke
depan yang masih kompleks di era global ini. Berikut ini diuraikan sejauh mana
tantangan guru di masa depan sebagai wawasan dalam rangka menambah khasanah
untuk dipergunakan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan profesionalisme
guru.
Sebagai seorang profesional, guru
seharusnya memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan tugas membimbing,
membina, dan mengarahkan peserta didik dalam menumbuhkan semangat keunggulan,
motivasi belajar, dan memiliki kepribadian serta budi pekerti luhur yang sesuai
dengan budaya bangsa Indonesia. Namun emikian, kita semua mengetahui bahwa
begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam upaya untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu dalam menghadapi
masyarakat abad 21.
A. Gambaran Masyarakat Abad 21
Untuk memberikan gambaran tentang
tantangan guru yang prfeesional di masa depan, perlu melihat karakteristik
masyarakat di era globalisasi dikaitkan dengan peran pendidikan. Menurut Tilaar
(1999), setidaknya terdapat tiga karakteristik masyarakat di abad 21, yaitu:
(1) masyarakat teknologi; (2) masyarakat terbuka; (3) masyarakat madani.
a.
Masyarakat
Teknologi
Masyarakat
teknologi yang dimaksud adalah suatu masyarakat yang telah melek teknologi dan
menggunakan berbagai aplikasi teknologi, sehingga dapat mengubah cara berfikir
dan bertindak bahkan mengubah bentuk dan pola hidup manusia yang sama sekali
berlainan dengan kehidupan sebelumnya. Kemajuan teknologi kkomunikasi telah
mebuat jarak dan waktu semakin pendek dan cepat, sehingga seolah-olah dunia menjadi
satu tanpa ada sekat yang membatasi
bangsa-bangsa, negara-negara, bahkan pribadi-pribadi. Kemajuan teknologi dapat
memajukan kehidupan manusia, tetapi dapat pula menghancurkan kebudayaan umat
manusia. Untukitu, dalam mengiringi kemajuan teknologi tersebut diperlukan
upaya penghayatan, di samping penguasaan teknologi itu sendiri.
Dalam maysarakat seperti itu,
peran pendidikan sangat penting dan strategis, terutama dalam memberikan bimbingan,
dorongan, semangat, dan fasilitas kepada masyarakat dan peserta didik
untukmemperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi. Selain
itu, tidak kalah pentingnya adalah peran pendidikan dalam memberikan arahan dan
bimbingan agar penguasaana teknologi tidak menjadi bumerang bagi masyarakat,
yang disebabkan kurangnya penghayatan terhadap etika. Pendidikan dapat
menumbuhkan pemahaman etika yang benar, agar kehidupan manusia tidak terancam
oleh karena kemjuan teknologi itu sendiri. Manakala pendidikan mengisyaratkan
adanya keharusan peserta didik untuk menguasai teknologi, maka tentu tidak
kalah pentingnya peran guru itu sendiri untuk lebih dulu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi agar dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan
teknologi terkini kepada peserta didiknya.
b.
Masyarakat
Terbuka
Lahirnya
teknologi komunikasi yang demikian maju, membuat dunia menjadi satu seolah
tanpa sekat, sehingga komunikasi antar pribadi menjadi makin dekat dan hampir
tanpa hambatan, yang pada akhirnya melahirkan masyarakat terbuka. Dalam masyarakat
terbuka, antara bangsa satu dengan bangsa lain dapat saling mempengaruhi dalam
berbagai hal, termasuk mempengaruhi budaya bangsa lain. Hal itu mengancam
kehiudpan masyarakat lain oleh karena adanya kemungkinan penguasaan atau
dominasi oleh mereka yang lebih kuat, yang berprestasi dan yang memilikimodal
terhadap masyarakat yang lemah, tidak berdaya dan miskin. Untuk itu, dalam
masyarakat terbuka diperlukan manusia yang mampu mengembangkan kapasitasnya
agar menjadi manusia dan bangsa yang kuat, ulet, kreatif, disiplin, dan berprestasi,
sehingga tidak menjadi korban dan tertindas oleh zaman yang penuh dengan
persaingan.
Setiap manusia mempunyai
kesempatan yang tidak terbatas untuk belajar dan megnembangkan diri atau
bahakan melalui kapasitasnya memberikan sumbangankepada masyarakat lainnya,
baik masyarakat lokal maupun masyarakat dunia. Tetapi sebaliknya, bila
kapasitas sumber daya manusia itu tidak dikembangkan, maka akan menjadi manusia
dan masyarakat yang lemah dan tidak berdaya, yang pada akhinya akan menjadi
boneka atau korban bagi mereka yang lebihkuat, lebih kreatif dan memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi. Peran pendidikan sangatlah penting untuk
meningkatkan harkat dan martabat suatu masyarakat dan bangsa, agar tidak
menjadi bangsa pelayan yang dapat diperintah bangsa lain.
c.
Masyarakat
Madani
Masyarakat
madani merupakan wujud dari suatu masyarakat terbuka, di mana setiap individu
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan menggunakan teknologi, berkarya, berprestasi dan memberikan
sesuatu sesuai dengankapasitasnya. Masayraakat madani tumbuh berkembang dalam
suatu masyarakat yang saling hormat-menghormati, bukan atas dasar asal-usul
atau keturunan, tetapi berdasarkan pada kemampuan individual, memiliki
toleransi dan tanggungjawab terhadap kehiudpan pribadi maupun masyrakatnya,
serta menjunjung tinggi rasa kebersamaan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang saling menghargai satu dengan yang
lain, yang mengakui akan hak-hak asasi manusia, yang menghormati prestasi
individual, dan masyarakat yang turut bertanggung jawab terhadap kelangsungan
hidup dari masyarakatnya, termasuk nilai-nilai etis yang diyakini kebenarannya.
Masyarakat madani tumbuh dan
berkembang bukan dengan sendirinya dan bukan tanpa upaya terencana, tetapi
masyarakat yang dibangun melalui pendidikan. Kunci terwujudnya masyarakat
madani adalah pendidikan, karena melalui pendidikan dapat dibangun sumberdaya
yang berkualitas dengna kepribadian yang sesuai dengan budaya serta kesadaran individu
hidup berdampingna untuk mencapai tujuan bersama.
B. Tantangan Guru Sebagai Tenaga Profesional
Berdasarkan paparan di atas, setidaknya
kita dapat memperoleh gambaran tentang apa dan bagaimana karakteristik
masyarakat pada abad 21 dan apa peran pendidikan pada masa yang akan datang
serta tantangan bagi seorang guru untuk menyikapinya. Pendidikan pada dasarnya
tidak terlepas dari peran penting guru sebagai tulang punggung dan penopang
utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Tantangan guru profesional untuk
menghadapi masyarakat abad 21 tersebut dapat dibedakan menjadi tantangna yang
bersifat internal dan kesternal. Tantangan intenal adalah tantangan yang
dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia, diantaranya penguatan nilai
kesatuan dan pembinaan moral bangsa, pengembangan nilai-nilai demokrasi,
pelaksanaan otonomi daerah, dan fenomena rendahnya mutu pendiidkan. Sementara
tantangan eksternal adalah tantangan guru profesional dalam menghadapi abad 21
dan sebagai bagian dari masyarakat dunia di era global.
1.
Tantangan
Internal
a.
Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
Krisis
yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang dalam dan menimbulkan
berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan bermasyarakat di
Indonesia. Hal itu terutama dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat, menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa
hormat dengan orang tua, sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik,
dan mulai adanya indikasi tidak saling menghormati antara sesama teman, yang
pada akhirnya dikhawatirkan dapat mengancam kesatuan dan persatuan sebagai
bangsa.
Pendidikan berupaya
menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik dan tantangan nyata bagi guru
adalah bagaimana seorang guru memilikikepribadian yang kuat dan matang untuk
dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta didik
terhadap pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah
berhasil ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia
yang berarati pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi
etika dan nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat
mewujudkan demokrasi dalam arti sebenarnya.
b.
Pengembangan nilai-nilai demokrasi
Demokrasi
dalam bidang pendidikan adalah membangun
nilai-nilai demokratis, yaitu kesamaan hak setiap warga negara untuk
memperoleh pendidikan yang layak dan juga kewajiban yang sama bagi masyarakat
untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam pengertian ini, guru sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri mempunyai
tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta didik menjadi
manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi
manusia yang selalu mengekor seperti ‘bebek’ yang hanya menerima petunjuk dari
atasan dalam mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai
penyesuaian dalam sistem pendidikan nasional. Sejalan dengan itu, pemberlakuan
otonomi daerah memberikan peluang melakukan berbagai perubahan dalam penataan
sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan lebih besar
kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan proses pendidikan yang bermutu sesuai
dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu
pendidikan.
Pendidikan berbasis
masyarakat dan manajemen berbasis sekolah merupakan perwujudan nyata dari
demokrasi dan desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih
memberdayakan sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai
prestasi sesuai kemampuannya. Guru memiliki peran strategis dalam rangka
mewujudkan prestasi bagi peserta didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam
wacana desentralisasi pendidikan adalah bagaimana melakukan inovasi
pembelajaran sehingga dapat membimbing dan menuntun peserta didik mencapai
prestasi yang diharapkan.
c.
Fenomena rendahnya mutu pendidikan
Berbagai
hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada berbagai negara
menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan
bahkan secara nilai rata-rata di bawah peringkat negara Asean lainnya. Walaupun
demikian, secara individual ada beberapa diantara peserta didik mampu
menunjukkan prestasinya di lomba-lomba bertaraf internasional, seperti pada
Olimpiade Fisika. Untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, diperlukan proses
pendidikan yang bermutu dan kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan
adalah mutu guru. Proses pendidikan dalma masyarakat abad 21 adalah suatu
interaksi antara guru dengna peserta didik sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka.
Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang profesional dari para
pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu.
Dengan kata lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik
profesional oleh karena tuntutan dan sifat pekerjaanya dan bersaing dengan
profesi-profesi lainnya. Dalam masyarakat abad 21, hanya akan menerima seoran
gyang profesional dalam bidang pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat
abad 21 aldaha bagaimana menjadi seorang guru yang profesional untuk membangun
masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi,
saling menghormati atas dasar kemampuan individual, menjunjung tinggi rasa
kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang berlaku dan disepakati
bersama.
2.
Tantangan
Eksternal
Kecenderungan kehidupan dalam era
globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan global, yaitu kehidupan dalam
dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya. Dengan situasi kehidupan demikian, akan melahirkan
tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya,
termasuk para guru yang profesional.
Kehidupan global yang
terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampuang dengan ciri perdagangan
bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan, memerlukan manusia
yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam melakukan persaingan,
diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk
bersaing seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang
kondusif dan memiliki guru yang profesional dalam bidangnya. Untuk itu,
tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana
guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan
teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan
demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan
kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia.
BAB VIII
PENGEMBANGAN
PROFESI GURU
A. Konsep Dasar
Proses pendidikan merupakan suatu proses
yang snagat profesional artinya dilaksanakan oleh pelaku-pelaku yang
profesional. Karena guru sebagai salah satu pelaku pendidikan, maka guru di
dalam masyarakat adlah seorang profesional. Sama halnya dengan profesi-profesi
lainnya, profesi guru di dalam masyarakat adalah suatu profesi yang kompetitif.
Ini memberi pemahaman bahwa profesi guru haruslah betul-betul memiliki
karakteristik yang profesional karena sifat pekerjaannya, tetapi juga profesional
guru harus berhadapan dan bersaingan dengan profesi-profesi lainnya di dalam
masyarakat.
Berbagia kegiatan di dalam masyarakat
hanya menerima para profesional, artinya barang siapa yang tidak profesional
tidaka akan survive. Karena mereka tidak mampu berkompetisi dengan orang lain
yang lebih profesional atau juga profesi ainnya yang lebih kompetitif. Jika
profesi gur tidak kompetitif dan tidak profesional, maka degna sendirinya akan
berakibat kepada mati atau hilangnya profesi tersebut dari masyarakat. Hal ini
tentunya sangat bertentangan dengan masyarakat abad 21 (merupakan satu kesatuan
dari masyarakat teknologi, masyarakat terbuka, dan masyarakat madani) yang
menuntut adanya perkembangan manusia, dan itu tidak mungkin tanpa adanya guru
yang profesional.
Guru-guru yang profesional inilah yang
diharapkan dapat membawa atau mengantar peserta didiknya mengarungi dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memasuki masyarakat abad 21 yang melek ilmu
pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif. Jika guru tidak mengusai ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak mungkin mereka dapat membantu dan membimbing
peserta didiknya mengarungi dunia pengetahuan dan teknologi tersebut.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
oleh guru yang profesional bukanlah pengetahuan yang setengah-tengah tetapi
merupakan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tuntas, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak
mempunyai ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan tercecer
dan tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan
berada jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya. Jadi
jelaslah bahwa profesi guru adlaah suatu profesi yang harus terus-menerus
berkembang karena praktis pendidikan akan terus menerus terjadi dan unik bagi
setiap individu dan masyarkaat di dalam situasi dan waktu yang berbeda sesuai
dengan perkembanga ilmu pengetahuan dan teknologi. Sinyalemen ini memberikan
makna bahwa guru sebagai pelaku proses pendidikan harus terus menerus mengubah
diri, sehingga mereka memiliki ilmu pengeratahuan yang kuat, tuntas dan tidak
setengah-setengah sebagai profesional kependidikan.
Selain itu, karena profesi gur merupakan
suaut profesi untuk membantu dan membimbing perkembangan anak didik (manusia),
mak ahubungan natara manusia dengan manusia menjadi penting untk diperhatikan
dalam rangka pengembangan profesionalisme guru. Dengan kata lain, pengembangan
diri guru sebagai profesional kependidikan harus dapat membantu guru bukan
hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak
setengah-setengah tetapi tidak kalah pentingnya untuk membantu mereka memiliki
kepribadian yang matang dan terus berkembang. Termasuk di dalam kepribadian ini
ialah sifat-sifat fisiknya yang memungkinkan ia dapat membimbing peserta didik
yang sedang dalam tahap perkembangannya, mempunyai ciri-ciri kepribadian yang
kuat dan seimbang, mempunyai visi tentang etik tingkah laku manusia sebagai
individu dan sebagai anggota masyarakat. Kepribadian diri seorang guru
profesional adalah kepribadian yang prima yang secar ektrim dikatakan oleh
Maister dalam buku True Professionalism bahwa “professionalism is predominantly an attitude, not a set of
competencies”.
Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah, serta didukung dengan
kepemilikan kepribadian yang prima, maka diharapkan guru akan terampil
membangkitkanminat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan
akhirnya melalui proses pendidikan yang profesional yang dilaksanakan oleh
pelaku-pelaku (khususnya guru yang profesional dengan karakteristiknya tersebut
di atas), maka peserta didik dapat dibantu dean dibimbing untuk mampu
berkompetitif di masyarakat abad 21 yang ditandai dengan perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara cepat.
Berangkat dari pemahaman tersebut, maka
disadari ata tidak pengembangan profesi guru secara berkesinambungan mutlak
dilakukand alam kondisi formal maupun tidak di dalam perencanaan pengembangan
profesional. Berbagai strategi pengembangan perlu dikembangkan secara
komprehensif, sehingga guru benar-benar menjadi tenaga profesional yang dapat
memenuhi berbagai tantangna dan menyelesaikan berbagai persoalan di dalma
melaksanakan tugas rutinnya maupun hal-hal lain yang tak terduga yang
dihadapinya sehari-hari di dalam proses pendidikan yang profesional. Mereka
harus didorong, diberi kesempatan, dan difasilitasi secara optimal untuk
melakukanberbagai kegiatan pengembangan. Dengan demikian guru akan memiliki kesempatan
berbagai kegiatan pengembangan. Dengan demikian gur akan memiliki kesanggupan
untuk memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang
mereka miliki sekrang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan
dengan profesinya itu. Proses pengembangan profesionalisme gur ini dapat
ditumbuh-kembangkan bukanhanya untuk berlangsung di LPTK tetapi juga harus
terjadi di dalam praktek-praktek pendidikan lainnya (pre-service and
in-service). Bersama-sama dengan usaha-usaha lain (misalnyakerjasmaa dengan
organisasi profesi), lembaga-lembaga pre-service danin-service harus menjaid
satu kesatuan yang tidak terpisahka, membangun kerja sama dan saling mendukung
untuk melahirkan guru-guru yang profesional dalam rangka menyajikan proses pendidikan
yang profesional bagi anak didik agar dapat berperan aktif dalam kehidupan
masyarakat abad 21.
B.
Strategi
Pengambangan Profesi Guru
Berangkat dari karakteristik guru untuk
masyarakat abad 21 yang akan disimpulkan dari penjelasan sebelumnya, antara lain:
a.
Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat,
tuntas dan tidak setengah-setengah.
b.
Memiliki kepribadian yang prima.
c. Memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Maka dalam rangka pengembangan
profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai
strategi, antara lain sebagai berikut:
a. Berpartisipasi
di dalam pelatihan berbasis kompetensi. Bentuk pelatihan yang fokusnya adalah
keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh guru untuk melaksanakan tugasnya
secara efektif. Pelatihan ini cocok dilaksanakan pada salah satu bentuk
pelatihan pre-service atau in-service. Model pelatihan ini berbeda dengan
pendekatan pelatihan yang konvensional, karena penekanannya leibh kepada
evaluasi performan nyata suatu kompetensi tertentu dari peserta latihan.
b. Berpartisipasi
di dalam kursus dan program pelatihan tradisional (termasuk di dalamnya
pendidikan lanjut). Workshop in-service, seminar, perkuliahan tingkat
sarjana/pasca sarjana, konferensi adalah bentuk-bentuk pilihan pelatiahn yang
sudah lama ada dan diakui cukup bernilai. Walaupun disadari bahwa seringkali
bahwa berbagai bentuk kursus/pelatihan tradisional ini seringkali tidak dapat
memenuhi kebutuhan praktis dari pekerjaan guru. Oleh karena itu, suatu kombinasi antara materi akademis dengan
pengalaman lapangan akan sangat efektif untuk pengembangan kursus/pelatihan
trandisional ini. Sementara itu, sebagai bagian dari pelatihan tradisional,
guru juga dapat mengambangkan profesionalismenya melalui pendidikan lanjut di
universitas/LPTK.
c. Membaca
dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa
jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara berkesinambungan diproduksi
oleh individual pengarang, lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain.
Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut tersebar dan dapat ditemui
diberbagai pusat sumber belajar (perpustakaan, internet, dan sebagainya).
Walaupun artikel dalam jurnal cenderung singkat, tetapi ia mengarahkan
pembacanya kepada konsep-konsep baru dan pandangan untuk menuju kepada
perencanaan dan penelitian baru. Ia juga memiliki kolom berita yang berkaitan
dengan pertemuan, pameran, seminar, program pendidikan, dan sebagainya yang
mungkin menarik bagi guru. Oleh karenanya, dengan membaca dan memahami banyak
jurnal atau makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan yang terkait dengan
profesi guru, maka guru dengan sendirinya dapat mengembangkan profesionalisme
dirinya. Selanjutnya dengan meningkatnya pengetahuan seiring dengan
bertambahnya pengalaman, guru mungkin dapat membangun konsep baru, keterampilan
khusus dan alat/media belajar untuk dapat kontribusikan kepada orang satu
profesi atau profesi lain yang memerlukan. Kontribusi tersebut dimungkinkan
dalam bentuk penulisan artikel/makalah karya ilmiah yang sangat bermanfaat bagi
pengembangan profesional guru bersangkutan maupun orang lain.
d. Berpartisipasi
di dalam kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah. Konferensi atau pertemuan
ilmiah memberikan makna penting untuk menjaga kemutakhiran (up to date) hal-hal
yang berkaitan dengan profesi guru. Tujuan utama kebanyakan konferensi atau
pertemuan ilmiah adalah menyajikan berbagai informasi dan inovasi terbaru di
dalam suatu bidang tertentu. Partisipasi guru minimal pada kegiatan konferensi
atau pertemuan ilmiah setiap tahun akan memberikan kontribusi yang berharga
dalam membangun profesionalisme guru dalam melaksanakan tanggungjweabanya
penyampaian makalah utama, kegiatan diskusi kelompok kecil, ameran ilmiah,
informasi pertemuan untuk bertukar pikiran atau ide-ide baru, dan sebagainya
saling berintegrasi untuk memberikan kesempatan kepada guru untuk memimpin atau
menjadi presenter dan bertukar ide-ide dengan lainnya, sehingga guru akan
menjadi lebih aktif di dalam komunitas ilmiahnya. Selain itu, menghadiri
konferensi atau pertemuan ilmiah juga memberikan kesempatan kepada guru untuk
membangunan jaringan kerjasama dengan orang lain yang seprofesi atau tidak
untuk saling bertukar permasalahan dan mencapai keberhasilan.
e. Menghadiri
perkuliahan umum atau presentasi ilmiah. Biasanya perguuan tinggi lokal atau
organisasi profesi sering mengadakan perkuliahan atau presentasi ilmiah yang dibawakan
oleh tenaga ahli yang terbuka bagi umum. Kebanyak dari mereka berhubungan
degnan berbagai isu termasuk pendidikan. Dalam rangkaian perkuliahan umum
berbagai inovasi baru dalam pendidikan biasanya dipresentasikan. Pada
kesemaptan tersebut guru akan belajar berbagai keterampilan baru atau
teknik-tekni3k/metodologi mutakhir dalma proses penddikan yang tentunya sangat
diperlukan untuk mengembangkan profesinya.
f.
Melakukan penelitian (khususnya penelitian tindakan
kelas). Penelitian tindakan kelas yang merupakan studi sistematik yang
dilakukan guru melalui kerjasama atau tidak denganahli pendidikan dalam rangka
merefleksikan dan sekaligur meningkatkan praktik pembelajaran secara terus
menerus juga merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme
guru. Berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru yang dilakukan
untukmeningkatkan kemantapan rasional, memperdalam tugasnya, dan memperbaiki
kondisi di mana praktik pembelajarna berlangsung akan bermanfaat sebagai
inovasi pendidikan. Dalam hal ini, guru diberdayakan untuk mengambil berbagai
prakarsa profesional secara mandiri dengan penuh percaya diri. Jika proses ini
berlangsung secara terus menerus, maka akan berdampak kepada peningkatan
profesionalisme guru. Secara lebih rinci bagaimana penelitian tindakan kelas
ini dilakukan akan dijelaskan secara aplikatif dalam modul penelitian tindakan
kelas pada masing-masing bidang studi.
g. Magang.
Bentu pre-service atau in-service bagi
guru junior untuk secara gradual menjadi guru yang profesional melalui proses
magang di kelas tertentu dengan bimbingan gur bidang studi tertentu. Berbeda
dengan pendekatan training yang konvensional, fokus pelatihan magang ini adalah
kombinasi antara materi akademis dengan suatu pengalaman lapangan di bawah
supervisi guru yang senior dan pengalaman (guru yang lebih profesional).
h. Menggunakan
sumber-sumber media pemberitaan. Pemilihan yang hati-hati program radio dan TV,
dan sering membaca surat kabar juga akan meningkatkan pengetahuan guru mengenai
pengambangna mutakhir dari proses pendidikan. Berbagai bentuk media tersebut
seringkali memuat artikel-artikel maupun program-program yang berkaitan dengan
berbagai isu atau penemuan terkini mengenai pendidikan yang disampaikan dan
dibahas secara mendalam oleh para selektif yang terkait dengan bidang yang
ditekuni guru akan dapat membantu proses peningkatan profesionalisme guru.
i.
Berpartisipasi di dalam organisasi/komunitas
profesional. Ikut serta menjadi anggota organisasi/komunitas profesional juga
akan meningkatkan profesionalisme untuk selalu mengembangkan dan memelihara
profesionalismenya dengna membangun hubungan yang erat degan masayrakat
(swasta, industri, dan sebagainya). Dalam hal ini yang terpenting adalah guru
harus pandai memilih suatu bentuk organisasi proesional yang dapat memberi
manfaat untuk bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan tenaga. Pilih
secara bijak organisasi yang dapat memberikan kesempatan bagi guru antara lain
untuk: (1) secara aktif berpartisipasi di dalam kegiatan yang menantang dan
menarik (misalnya melakukan penelitian, membuat laporan penelitian,
penulisan/penerbitan karya ilmiah, dan sebagainya), (2) membangun hubungan
dengan masyarakat secara baik (misalnya membangun partipasi masyarakat untuk
efektivitas proses pembelajaran, menyediakan forum-forum untuk menyatukan
berbagai pandangan tentang anak didik dan pembinaannya), (3) memiliki kemampuan
dan pengalaman dalam rangka pengembangan pendidikan (misalnya pengembangan
kurikulum, penyediaan konsulatasi untuk melakukan inobasi, dan sebagainya).
j.
Mengunjungi profesional lainnya di luar sekolah.
Bertukar pikiran atau berdiskusi dengan orang-orang (profesional lainnya di
luar sekolah) yang memiliki minat yang sama dengna guru tetapi memiliki
keahlian dan pengalaman dalam bidang pendidikan melibihi dirinya akan sangat
menarik bagi guru. Kesempatan tersebut akan menjadi suaut alat belajar yang produktif
bagi guru dalam rangka memunculkan berbagai ide-ide yang dapat
diimplementasikan di sekolahnya. Oleh karenanya, mengunjungi profesional yang
lainn di luar sekolah merupakan metode yang snagant berharga untuk memperoleh
informasi terkini dalam rangka proses pengembangan profesional guru.
k. Bekerja
dengan profesional lainnya di dalam sekolah. Seseoran gcenderung untuk berpikir
dari pada keluar untuk memperoleh pertolongan atau informasi mutahkhir akan
leibh mudah jika berkomunikasi dengan orang-orang di dalam tempat kerja yang
sama. Pertemuan secara formal maupun informal untuk mendiskusikan berbagai isu
atau permasalahan pendidkan termasuk bekerjasama dalam berbagai kegiatan lain
(misalnya merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program sekolah),
guru dan staf lain yang profesional dapat menolong guru dalam memutakhirkan
pegnetahuannya. Berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan tersebut dapat
menjaga keaktifan pikiran dan membuka wawasan yang memungkinkan guru untuk
terus memperoleh informasi yang diperlukannya dan sekaligus membuat perencanaan
untuk medapatkannya. Semakin guru terlibat dalam perolehan informasi, maka guru
semakin meraskan akuntabel, dan semakin guru merasakan akuntabel semakin
termotibasi untuk mengembangkan dirinya.
Kesimpulan jika guru mengambil manfaat
secara penuh dari berbagai strategi pengembangan diri sebagiamana dijelaskan di
atas, maka guru akan memperoleh suatu kekayaan informasi. Jika kekayaan
informasi tersebut dikombinasikan secara utuh akan dapat membantu guru untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang utuh dan kuat, kepribadian yang
prima, dan mampu memotivasi dan meningkatkan minat anak didik terhadap ilmu
pengetahuan dan teknlogi yang sangat diperlukan dalam menjalani kehidupannya di
dalam masyarakat abad 21 yang penuh dengan perasaingan. Dengan kata lain
pengimpelementasian secara terintegrasi dari berbagai strategi pengembangan
profesi guru tersebut akan dapat membantu untuk memelihara secara efektif
program pengembangan profesionalisme guru.
Langganan:
Postingan (Atom)